Sunday 9 October 2011

Majulah Professor-ku, Majulah Indonesia-ku


Kamis, 6 October 2011 yang lalu di CESDI (Centre of Excellence for Sustainable Development for Indonesia), sebuah kantor Indonesia di Griffith University, Australia tiba-tiba muncul diskusi informal tentang guru besar kita. Hadir pada saat itu beberapa mahasiswa PhD dari berbagai latar belakang ilmu dan juga beberapa professor Indonesia yang sedang mengambil PAR (Program Academic Recharging) di Griffith University. Diskusi kecil ini lahir sebagai response para akademisi Indonesia yang sedang menuntut ilmu di luar negeri mengingat adanya beberapa kasus berkaitan dengan syarat pengajuan professor dan tindakan-tindakan plagiat atau penjiplakan  (plagiarism) seperti yang diberitakan oleh berbagai media tanah air beberapa waktu yang lalu.

Apa Professor itu?
Pengertian professor bisa berbeda antara satu negara dengan negara yang lain. Secara harfiah, profesor berasal dari bahasa Latin sebagai "orang yang mengaku – a person who professes" biasanya seorang ahli dalam seni atau ilmu atau seorang guru yang berpengetahuan atau berpangkat yang tinggi. Di negara-negara yang sebagian besar berbahasa Inggris, profesor diperuntukkan untuk para akademisi senior yang memegang pimpinan departemen di perguruan tinggi, atau pimpinan khusus yang diberikan kepada individu di universitas.  Di negara-negara di daratan Eropa, seperti Perancis, Jerman, Spanyol, Italia, Belanda dan negara-negara Skandinavia, penggunaan  gelar profesor sebagai title atau panggilan resmi sama seperti di sebagian besar negara-negara persemakmuran, diperuntukkan  untuk seseorang yang memegang kursi atau pimpinan.

Di Portugal, Perancis, Rumania dan Amerika Latin (Spanyol-dan Portugis), istilah profesor (dosen / profesor / Professeur / profesor) digunakan untuk  siapa saja yang mengajar di sekolah, institut, sekolah teknik, sekolah kejuruan, perguruan tinggi, atau universitas, terlepas dari tingkat materi pelajaran yang diajarkan atau tingkatan usia siswa. Istilah professor juga diperuntukkan bagi para instruktur pada sekolah dasar, sekolah menengah, dan sekolah tinggi. Dengan demikian, semua guru dan dosen dipanggil sebagai professor. Namun, ketika profesor mengajar di sebuah universitas, maka mereka secara khusus disebut "professor universitas".

Dalam konteks Indonesia seperti yang diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, Bab I tentang Ketentuan Umum Pasal 1, professor adalah jabatan fungsional tertinggi bagi dosen yang mengajar di lingkungan satuan pendidikan yaitu kelompok layanan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan pada jalur pendidikan formal dalam setiap jenjang dan jenis pendidikan. Professor itu adalah dosen yang telah melewati seluruh jabatan fungsional atau akademik di perguruan tinggi bersangkutan setelah lektor kepala, lektor dan asisten ahli.

Bagaimana Ciri-Ciri Professor?
Dulu seorang professor itu bisa diidentifikasi secara fisik. Misalnya pertama, kepalanya botak. Kalau ketemu orang botak terutama di kampus-kampus di perguruan tinggi, bisa dipastikan bahwa dia adalah seorang professor. Semakin botak seseorang semakin senior ke-professoran-nya. Kedua, pelupa. Kalau tidak pelupa bukan professor, lupa kacamatanya, dan lupa istrinya. Professor lupa kalau tadi waktu ke mal beliau berangkat bersama dengan istrinya dan pulang sendiri karena lupa istrinya, itulah professor. Seorang professor lagi sedang mengajar. Karena matanya sudah agak rabun-rabun, maka dicarilah kacamatanya. Dia cari kacamatanya dan tidak ditemukan-temukan. Bertanyalah sang professor mana kacamata saya ya? mahasiswa serentak menjawab kacamatanya itu prof (panggilan professor) lagi sedang dipakai. Professornya bilang iya ya, lupa kalau saya sedang pakai kacamata, itulah professor kita, dulu.

Namun, kini ciri-ciri itu sudah tidak ada lagi, menjadi professor tidak mesti botak dan tidak mesti pelupa. Sekarang ada banyak orang yang botak dan pelupa bukan karena dia seorang professor, dia adalah seorang pedagang, sopir taksi, tukang cukur, politisi dan sebagainya. Saat ini dengan berubahnya kebijakan pendidikan nasional banyak professor-professor muda yang tidak botak dan juga bukan pelupa. Botak dan pelupa bukan lagi menjadi ciri ke-professor-an seseorang.
  
Mengapa Orang Mau Jadi Professor?
Professor itu adalah status. Paling tidak ada dua aspek: status akademik dan status social. Siapa sih yang tidak mau mencapai status akademik yang paling tinggi ini. Menurut penulis semua orang yang berkecimpung dalam dunia pendidikan mengharapkan sampai pada level ini. Ini adalah jenjang atau status jabatan akademik tertinggi di perguruan tinggi. Akan tetapi ada juga orang yang mau menjadi professor bukan semata karena jabatan akademik tadi tetapi lebih ke aspek sosialnya. Aspek social ini bisa muncul secara bersamaan dengan aspek akademik tadi tetapi juga bisa terjadi sebagai implikasi dari jabatan akademik tadi. Menyebut Professor A, rasanya enak didengar ketimbang hanya menyebut Pak “A”. Mari Prof (panggilan professor), duduk disini, kedengaran lebih sopan ketimbang memanggil mari pak duduk disini. Panggilan professor ini terus melekat pada dirinya meskipun sebetulnya tidak berhak lagi misalnya seorang professor yang menduduki jabatan politik (bupati, walikota, gubernur dan seterusnya), masih sering dipanggil sebagai seorang professor meskipun sudah tidak berhak lagi. Seorang professor yang sudah pension, masih dipanggil sama mahasiswanya sebagai seorang professor. Panggilan professor telah melekat adanya. Alasan lain, dulu professor tidak terlalu tinggi gaji professornya, sehingga orang juga malas untuk mengurus jadi professor, ngapain jadi professor dengan gaji yang rendah. Setelah ada kebijakan pemerintah yang baru dimana seorang professor bisa mendapatkan gaji 10-15 juta per bulan, maka banyak dosen yang berminat untuk menjadi professor.

Apa Syarat Menjadi Professor?
Syarat menjadi professor sangat jelas kriterianya misalnya (1). yang dapat diusulkan adalah dosen pada program pendidikan akademik yang diselenggarakan di sekoleh tinggi, institut dan universitas, (2). Memiliki jenjang jabatan fungsional akademik sekurang-kurangnya leckor berdasarkan Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor: 59/MENPAN/1987, (3). Memiliki gelar doktor dan atau gelar doktor kehormatan (Doktor Honoris Causa) yang diakui Departemen PendidikanNasional, (4). Mempunyai kemampuan membimbing mahasiswa Program Doktor, (5). Bagi yang tidak bergelar doktor harus memiliki jenjang jabatan fungsional lektor kepala dan kemampuan membimbing mahasiswa Program Doktor dapat ditunjukkan dengan salah satu atau lebih hal berikut yang diperoleh selama masa karirnya: misalnya mempunyai karya ilmiah berbobot sebagai penulis utama yang dipublikasi-kan sekurang-kurangnya empat karya ilmiah dalam jurnal ilmiah internasional atau sekurang-kurangnya delapan karya ilmiah yang dipublikasikan dalam jurnal ilmiah nasional terakreditasi atau sekurang-kurangnya telah menghasilkan dua hak paten yang diakui departemen pendidikan nasional dinilai sama dengan karya ilmiah publikasi nasional. Kedua adalah karya monumental yang mendapat pengakuan nasional dan atau international. Untuk bidang tertentu karya monumental dapat menggantikan karya ilmiah publikasi baik nasional maupun internasional.

Itu adalah sejumlah kriteria yang dianggap relative terukur untuk diajukan sebagai calon professor akan tetapi dalam banyak fakta ada faktor-faktor “X’ yang kadang kala dianggap menjadi penghambat seseorang untuk diajukan sebagai calon professor. Sebagai contoh, seorang dosen di salah satu universitas terkemuka di Indonesia, dia telah memenuhi hamper semua persyaratan yang ditetapkan oleh Menteri Pendidikan Nasional dari aspek karya ilmiah, dedikasi terhadap fakultas dan universitas, dan persyaratan-persayaratan lainnya yang menunjang seseorang untuk menjadi seorang guru besar. Namun, ada faktor yang menghambat yang dianggap beliau tidak layak untuk menjadi seorang professor. Apa itu? Yang bersangkutan mempunyai istri lebih dari satu dan ini dianggap yang bersangkutan tidak memenuhi syarat sebagai seorang guru besar. Apakah memang harus begitu? Bagaimana syarat ideal yang sebetulnya dianggap layak seseorang berhak untuk menjadi professor? Termasuk orang seperti apa yang menilai kelayakan seseorang untuk mereka bisa mengatakan si “A” layak menjadi guru besar dan si “B” tidak layak untuk mencapai predikat itu? Atau kah dalam perputaran waktu seperti apa yang kemudian bisa terjadi si “A” dianggap tidak layak menjadi guru besar tetapi dalam putaran waktu yang berbeda si “A” pada akhirnya layak menjadi guru besar, masih menjadi perdebatan. 

Bagaimana Pengklasifikasian Professor?
Setiap negara menganut system yang berbeda dalam pengklasifikasian professor. Ada yang membagi professor kedalam empat tingkatan yaitu assistant professor; associate professor; professor; dan distinguished professor. Assistant professor adalah seorang profesor tingkat dasar. Professor dalam level ini diperoleh setelah menyelesaikan PhD dan atau postdoctoral program. Associate profesor adalah professor level menengah artinya professor ini juga relative sudah lama menyelesaikan program PhD nya, namun belum juga dapat dikatakan sebagai professor penuh. Professor atau biasanya merujuk untuk professor penuh, biasanya para senior dan sudah lama mengabdi berhak memperoleh gelar profesor (professor penuh). Terakhir adalah distinguished profesor yaitu sebuah posisi kehormatan di mana gaji seorang profesor penuh meningkat dan menjadi terikat ke sebuah dana abadi yang berasal dari universitas, individu pribadi, perusahaan, atau pun yayasan. Di Brazil dan Portugal, professor dibagi atas 6 klasifikasi. Pertama, Professor Catedratico (Portugal) dan Professor Titular (Brazil), ini adalah professor penuh dan merupakan professor tertinggi di universitas. Kedua, Associate Professor. Di Portugal, posisi ini terbuka untuk publik di antara assistant profesor dan orang-orang PhD yang setidaknya telah selesai dalam 5 tahun terakhir. Di Brazil, itu mengacu pada seorang anggota fakultas yang telah menyelesaikan tesis dan pemeriksaan umum. Ketiga, Adjunct Profesor, adalah posisi tengah antara profesor dan asisten, membutuhkan PhD. Keempat, Profesor Auxiliar (Portugal dan Brasil). Profesor hanya membutuhkan Master di awal nya/karirnya. Di Portugal, setelah kontrak lima tahun, mungkin menjadi Associate Profesor. Selain itu ada yang disebut Profesor Substituto yaitu seorang guru pengganti dengan kontrak jangka pendek untuk penggantian guru karena cuti bersalin, cuti tahunan atau situasi temporer lainnya. Terakhir adalah Visiting Profesor, professor ini biasanya melakukan  penelitian sebagai kewajiban dari kontrak atau karena  kebutuhan PhD. Di negara-negara seperti Mesir, professor dibagi atas 3 kelompok yaitu assistant professor, associate professor dan professor.

Bagaimana halnya dengan Indonesia. Jika merujuk pada Undang-Undang Guru dan Dosen, sebetulnya jenjang jabatan akademik seorang dosen dibagi menjadi empat jenjang yaitu asisten ahli, lector, lector kepala dan professor. Berdasarkan ini, tidak ditemukan adanya istilah-istilah atau pengklasifikasian professor seperti yang disebutkan di atas yang terjadi pada beberapa Negara. Namun demikian, jika merujuk pada penjelasan Surat Edaran Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Nomor: 1247/D/C/99  tertanggal 14 Mei 1999 tentang persyaratan untuk diangkat menjadi guru besar, maka disana dapat ditemukan adanya pengklasifikasian lebih lanjut mengenai guru besar yaitu guru besar dan guru besar madya.
Apa Kewenangan dan Kewajiban Professor?
Seiring dengan semakin meningkatnya kesejahteraan guru dan dosen termasuk para guru besar yang diatur dalam Undang-Undang Guru dan Dosen, maka kewenangan dan kewajiban professor pun semakin meningkat dan semakin berat. Meskipun sejak dulu, tugas dan kewajiban para guru besar telah didorong untuk senantiasa melakukan research-research, menemukan hal-hal-hal baru, tetapi tidak seketat dengan apa yang terjadi saat ini. Tunjangan professor dapat dicabut jika tidak melakukan publikasi  berupa buku dalam tiga tahun terakhir. Karena Professor adalah jabatan akademik tertinggi pada satuan pendidikan, maka professor mempunyai kewenangan untuk membimbing calon doktor  sebagai jenjang pendidikan tertinggi. Professor memiliki kewajiban khusus menulis buku dan karya ilmiah serta menyebarluaskan gagasannya untuk mencerahkan masyarakat. Menulis buku dan karya ilmiah ini merupakan sarana yang baik di dalam rangka penyebaran ide-ide dan gagasan untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat. Di Indonesia ada yang dikenal dengan istilah professor paripurna yaitu professor yang memiliki karya ilmiah atau karya monumental lainnya yang sangat istimewa dalam bidangnya dan mendapat pengakuan internasional dapat diangkat menjadi professor paripurna. Pengaturan lebih lanjut mngenai professor paripurna itu ditetapkan oleh setiap perguruan tinggi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Dengan demikian, professor yang kedudukannya sebagai pemegang jabatan akademik tertinggi dalam system pendidikan di Perguruan Tinggi, professor adalah panutan baik secara akademik, kepribadian, tingkah laku yang mencerminkan sosok seorang mahaguru. Lebih dari itu, karena kedudukannya sebagai pemegang jabatan akademik tertinggi, professor diharapkan menjadi lebih bijaksana (wise) dalam mengambil keputusan. Majulah para professor-ku, majulah Indonesia-ku.

No comments:

Post a Comment